PERBEDAAN
EFEKTIVITAS IKAN MUJAIR (Oreochromis Mossambicus)
DAN NILA (Oreochromis Niloticus)
SEBAGAI PREDATOR ALAMI
LARVA NYAMUK Aedes sp INSTAR III
Jon Sandy Kasfili,
Gamaiwarivoni, Deri Kermelita
Poltekkes
Kemenkes Bengkulu, Prodi D-III Kesehatan Lingkungan, Jl. Indragiri No. 03
Padang
Harapan Kota Bengkulu
ABSTRAK
Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Nyamuk
Aedes sp merupakan vektor utama
penularan penyakit demam berdarah pada manusia. Populasi nyamuk Aedes sp harus dikendalikan. Salah satu
cara pengendalian secara biologi yang mudah dan aman bagi kesehatan lingkungan
yaitu dengan menggunakan ikan Mujair dan Nila sebagai predator alami larva
nyamuk Aedes sp. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara efektivitas ikan Mujair dan Nila
sebagai predator larva nyamuk Aedes sp.
Jenis
penelitian ini adalah True Eksperimen
dengan Desain Penelitian Post Test Only
Control Group Design. Ikan Mujair dan Nila yang digunakan memiliki ukuran
panjang tubuh 5-6 cm dan berat badan 4-7 g. objek penelitian ini ialah larva Aedes sp instar III dengan jumlah larva
30 ekor. Analisis data diuji dengan menggunakan analisis univariat yang
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan
uji One Way Anova dilanjutkan dengan
uji Bonferroni.
Hasil
uji statistik dengan one way anova didapatkan nilai sig. =
0,000 sehingga ρ < α (0,05) artinya ada perbedaan efektivitas antara ikan
Mujair dan Nila terhadap jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III yang dimakan. Selama 12 jam jumlah rata-rata
larva Aedes sp instar III yang
dimakan oleh ikan Mujair adalah 69,33 ekor dan ikan Nila adalah 76,33 ekor.
Hasil uji Bonferroni selisih antara
ikan mujair dan nila terhadap jumlah rata-rata larva Aedes sp instar III yaitu 7 ekor. Simpulan bahwa
ikan nila memiliki kemampuan yang lebih baik memakan larva
Aedes sp instar III. Disarankan agar
ikan Nila dapat menjadi salah satu program pengendalian DBD bagi
pemerintah yang dapat dikembangkan di
masyarakat.
Kata Kunci :
Larva Aedes sp, Ikan Mujair, Ikan
Nila
Daftar Pustaka : (2006 – 2014)
ABSTRACT
EFFECTIVENESS OF DIFFERENCE MOZAMBIQUE TILAPIA (Oreochromis mossambicus) AND NILE TILAPIA (Oreochromis niloticus) AS NATURAL PREDATOR MOSQUITO LARVAE third instar Aedes sp
EFFECTIVENESS OF DIFFERENCE MOZAMBIQUE TILAPIA (Oreochromis mossambicus) AND NILE TILAPIA (Oreochromis niloticus) AS NATURAL PREDATOR MOSQUITO LARVAE third instar Aedes sp
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is
still one of the major public health problem in Indonesia. Aedes sp mosquitoes
are the main vectors of transmission of dengue fever in humans. Sp Aedes
mosquito population should be controlled. One of the ways that biological
control is easy and safe for the health of the environment is by using the fish
Oreochromis mossambicus and Nile as natural predators of larvae of Aedes sp.
This study aims to determine the differences between the effectiveness of
Oreochromis mossambicus and Nile fish as
predators of mosquito larvae of Aedes sp. This
research is the True Experiment Research Design Post Test Only Control Group
Design. Oreochromis mossambicus and Nile fish used has a body length of 5-6 cm
and weight 4-7 g. object of this study was the third instar larvae of Aedes sp
the number of larvae 30 tails. Analysis of the data was tested using univariate
analysis are presented in the form of frequency distribution tables and
bivariate analysis with One Way Anova test followed by Bonferroni test. The
results of statistical tests with one-way ANOVA found sig. = 0.000 so that ρ
<α (0.05) means that there is a difference between the effectiveness of
Oreochromis mossambicus and Nile fish against the average number of larvae of
the third instar Aedes sp eaten. During the 12-hour average number of third
instar larvae of Aedes sp are eaten by fish Oreochromis mossambicus was 69.33
Nile Tilapia tail and the tail is 76.33. Bonferroni test results of the
difference between oreochromis mossambicus and nile to the average number of
third instar larvae of Aedes sp is 7 animals. Conclusion that nile tilapia has
a better capability takes the third instar larvae of Aedes sp. It is
recommended that Nile Tilapia can be one of the dengue control program for the
government that can be developed in the community.
Keywords: The larvae of Aedes sp,
Fish Oreochromis mossambicus, Tilapia
References: (2006 - 2014)
References: (2006 - 2014)
PENDAHULUAN
Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia.
Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Indonesia demam berdarah pertama
kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian : 41,3 %).
Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Pusat Data dan
Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI, 2010).
Demam berdarah adalah penyakit demam
akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia
melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan
menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap
darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus
di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan
virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.
Profil kesehatan di Indonesia penyakit
DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD
sebesar 1.358 orang Incidence Rate(IR)/Angka
kesakitan= 65,7 per 100.000 penduduk dan CFR= 0,87%), pada tahun 2011 sebesar
65.432 kasus dengan jumlah kematian 595 orang (Incidence Rate(IR)/Angka kesakitan= 27,56 per 100.000 penduduk dan
CFR= 0,91%) dan pada tahun 2012, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak
90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 orang (Incidence Rate(IR)/Angka kesakitan= 37,11 per 100.000 penduduk dan
CFR= 0,90%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan
tahun 2011 (Profil Kesehatan Indonesia 2010-2012).
Kota Bengkulu pada tahun 2012, jumlah
penderita demam berdarah yang dilaporkan sebanyak 472 jumlah kasus dengan
jumlah kematian 5 orang meninggal dunia (Incidence
Rate/Angka kesakitan=142,4 per 100.000 penduduk dan CFR=22,5%). Terjadi
peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 yang sebesar
402 kasus dengan IR 126,6 per 100.000 penduduk dan tahun 2010 sebesar 352 kasus
(Profil Kesehatan Kota Bengkulu 2010-2012).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 374
tahun 2010 tentang Pengendalian Vektor, menyatakan bahwa ada beberapa metode
yang dapat digunakan diantaranya adalah metode pengendalian fisik dan mekanis
adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat
perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik. Metode
pengendalian dengan menggunakan agen biotik dan metode pengendalian secara
kimia.
Pengendalian
penularan penyakit DBD di Indonesia terutama dilakukan dengan menggunakan
insektisida golongan organofosfat (malation dan temefos) untuk menurunkan
kepadatan vektornya. Malation dan temefos selalu digunakan dalam program
nasional pengendalian DBD di Indonesia sejak tahun 1970-an (Lidia et al 2008).
Penggunaan
larvasida dalam waktu yang lama dapat menimbulkan resistensi. Berdasarkan
beberapa hasil penelitian yang telah di lakukan oleh Raharjo (2006) diketahui
bahwa larva Aedes aegypti di beberapa
wilayah pengujian, yaitu Surabaya, Palembang dan Bandung telah resisten
terhadap temophos (abate 1 SG) dan penelitian Istiana et al (2012) diketahui bahwa larva Ae.
aegypti di Banjarmasin Barat sudah resisten terhadap temephos.
Pengendalian
secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk
pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan
terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok
bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).
Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk
pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah
didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik
(Sukowati, 2010).
Berdasarkan
beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, ikan menunjukkan kemampuan yang
berbeda dalam mengendalikan larva nyamuk dalam penelitian
Biransi (2009), menunjukan bahwa kemampuan antara ikan A. Testudineus dengan
panjang tubuh <5 cm dan >5 cm dalam memakan larva Anopheles pada
ikan A. testudineus dengan panjang
tubuh < 5 mampu menghabiskan larva Anopheles dalam 12 menit dengan
rata-rata 2,5 ekor larva per menit, sedangkan ikan A. testudineus yang
berukuran > 5 cm mampu menghabiskan larva dalam 72 menit dengan rata-rata
0,4 ekor larva per menit.
Dalam
penelitian Utama (2010), menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat predasi
dari masing-masing larva. Rerata tingkatan predasi ikan mujair terhadap larva Aedes
aegypti dari yang terbesar ke yang terkecil adalah instar II (49,33 ± 0,58),
instar III (34,67 ± 1,53) dan instar I (28,67 ± 1,15).
Pemanfaatan ikan sebagai predator alami larva nyamuk adalah salah satu cara
pengendalian secara biologi yang mudah untuk dilakukan oleh masyarakat. Metode
pengendalaian secara biologis ini dapat mengurangi kepadatan larva nyamuk serta
tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan lingkungan.
Berdasarkan latar belakang tersebut,
penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Perbedaan Efektivitas Ikan
Mujair (Oreochromis
mossambicus) dan Nila (Oreochromis
niloticus) Sebagai Predator Alami Larva Nyamuk Aedes sp Instar III”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbedaan Efektivitas Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)
dan Nila (Oreochromis niloticus) Sebagai
Predator Alami Larva Nyamuk Aedes
sp Instar III.
ALAT
DAN BAHAN
Alat yang digunakan : 9 stoples dengan diameter 20 cm,
gelas ukur 1 liter, neraca analitik, 2 ember, 1 cidukan, 2 buah wadah kotak
plastik, 1 pipet tetes, 1 stopwatch, 1 kaca pembesar, dan alat tulis. Dan bahan yang digunakan : ikan Mujair dan
Nila 3 ekor dengan ukuran panjang tubuh antara 5-6 cm dan berat badan antara
4-7 gram, serta larva nyamuk Aedes sp
instar III.
CARA KERJA
Memasukan 1 ekor ikan Mujair dan berukuran panjang tubuh 5-6 cm dengan berat
badan 4-7 gram ke dalam stoples 1 yang telah berisi 5 liter air dan 30 ekor
larva Aedes sp instar III, kemudian Melakukan pengamatan setiap 3 jam sekali selam 12 jam untuk melihat jumlah larva Aedes sp instar III yang tersisa.
HASIL
Analisis Univariat
Analisis
univariat bertujuan menggambarkan distribusi rata-rata masing-masing variabel
yang dianalisi secara statistik deskriptif (Mean dan standar deviasi), yang
disajikan dalam bentuk tabel. Menghasilkan data
jumlah larva yang dimakan oleh ikan mujair dan nila yang dapat disajikan dalam
bentuk tabel.
Tabel 4.1
Jumlah Rata-rata Larva Aedes sp Instar III Yang Dimakan Oleh Ikan Mujair
Menunjukan jumlah rata-rata larva Aedes
sp instar III yang dimakan oleh ikan Mujair adalah 69,33 ekor.
Tabel 4.2
Jumlah Rata-rata
Larva Aedes sp Instar III Yang Dimakan Oleh Ikan Nila
Menunjukan jumlah rata-rata larva Aedes
sp instar III yang dimakan oleh ikan Nila adalah 76,33 ekor.
Tabel 4.3
Tingkat Predasi
Ikan Mujair dan Nila Selama 12 jam Terhadap Larva
Aedes sp
Instar III
Menunjukan
bahwa terdapat perbedaan tingkat predasi antara ikan mujair dan nila terhadap
larva Aedes sp instar III selama 12 jam dan Ikan nila memiliki tingkat predasi
tertinggi yaitu sebanyak 77 ekor sedangkan mujair hanya 71 ekor.
Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan uji One Way Anova
untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara masing-masing variabel bebas
dan variabel terikat. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Hasil Uji One Way Anova Jumlah Larva Aedes sp Instar III Yang Dimakan Oleh
Ikan Mujair dan Nila
Berdasarkan tabel
4.4 menyatakan nilai ρ = 0,000 < 0,05 dapat
diartikan bahwa ada perbedaan efektivitas antara ikan Mujair dan Nila
terhadap jumlah larva Aedes sp instar
III yang dimakan. Selanjutnya untuk
mengetahui rata-rata beda jumlah larva nyamuk Aedes sp instar III yang dimakan oleh ikan Mujair dan Nila, dilakukan
uji Bonferroni.
Tabel 4.5
Hasil Uji Bonferroni Jumlah Larva
Aedes sp Instar III Yang Dimakan
Oleh Ikan Mujiar dan Nila
Berdasarkan tabel 4.5
menunjukkan bahwa selisih jumlah beda rata-rata larva Aedes
sp instar III antara kontrol dan ikan Mujair adalah 69
ekor. Secara
statistik jika ρ = 0,000 < 0,05
sehingga dapat dikatakan ada selisih perbedaan
jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III antara ikan Mujair
dan kontrol. Selisih jumlah rata-rata larva
nyamuk Aedes sp instar III antara kontrol dan ikan Nila adalah 76
ekor. Secara
statistik jika ρ = 0,000 < 0,05
sehingga dapat dikatakan ada perbedaan jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III yang antara
ikan Nila dan kontrol. Selisih jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III yang dimakan oleh
ikan Mujair dan Nila adalah 7 ekor. Secara statistik didapatkan ρ = 0,001
<
0,05 sehingga dapat dikatakan ada perbedaan jumlah rata-rata larva nyamuk
Aedes sp instar III antara ikan
Mujair dan Nila. Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna terhadap jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III
terhadap 3 kelompok perlakuan yaitu kontrol, ikan Mujair dan Nila.
SIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah di lakukan terhadap sampel dapat di ambil
kesimpulan yaitu:
1. Jumlah
rata-rata larva Aedes sp instar III
yang dimakan oleh ikan Mujair selama 12 jam yaitu 69,33 ekor.
2. Jumlah
rata-rata larva Aedes sp instar III
yang dimakan oleh ikan Nila selama 12 jam yaitu 76,33ekor.
3. Perbedaan
tingkat predasi antara ikan Mujair dan Nila terhadap jumlah rata-rata larva
nyamuk Aedes sp instar
III
selama 12 jam yaitu 7 ekor.
4. Perbedaan
efektivitas antara ikan Mujair dan Nila terhadap larva nyamuk Aedes sp instar III selama 12 jam yaitu
terdapat pada ikan Nila yang lebih efektif sebagai predator alami larva Aedes sp instar III dibandingkan ikan
Mujair.
DAFTAR PUSTAKA
Dinkes
Kota Bengkulu. 2011. Profil Kesehatan
Kota Bengkulu 2010. Bengkulu: Dinkes Kota Bengkulu.
----------.
2012. Profil Kesehatan Kota Bengkulu
2011. Bengkulu: Dinkes Kota Bengkulu.
----------.
2013. Profil Kesehatan Kota Bengkulu
2012. Bengkulu: Dinkes Kota Bengkulu.
Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. 2012. Ikan Betok
dan Potensinya dari http://www.djpb.kkp.go.id.
diakses 27 Februari 2014.
Ditjen
PP dan PL. 2011. Modul Pengendalian Demam
Berdarah Dengue. dari http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/manajemen%20DBD_all.pdf
diunduh 27 Februari 2014.
Istiana,
Heriyani, F, Isnaini, Desember 2012, Status
kerentanan larva Aedes aegypti terhadap temofos di Banjarmasin Barat.
dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=80773&val=4903
diunduh 20 Februari 2014.
Khairuman
dan Amri,K. 2008. Buku Pimtar Budi Daya
15 Ikan Kosumsi. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Kemenkes
RI. 2010. Jendela Epidemiologi dari http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf.
diunduh 26 januari 2014.
----------.
2013. Buku Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Jurusan Kesehatan Lingkungan
Poltekkes Kemenkes Tahun 2013. Bengkulu: Kemenkes RI Poltekkes Bengkulu.
----------.
2011 Profil Kesehatan Indonesia tahun
2010 dari http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONESIA_2010.pdf.
diunduh 9 januari 2014.
----------.
2013. Profil Kesehatan Indonesia tahun
2012 dari http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&pg=PublikasiDataDanInformasi.
diunduh 7 Januari 2014.
Lidia, K et al. 2008. Deteksi Dini Resistensi Nyamuk Aedes Albopictus Terhadap Insektisida
Organofosfat Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Di Palu (Sulawesi Tengah)
dari http://mediakesehatanmasyarakat.files.wordpress.com/2012/06/artikel-6.pdf
diunduh 17 Januari 2014.
Raharjo, Bayu. 2006. Uji Kerentanan (Susceptibility Test) Nyamuk Aedes Aegypti (Linnaeus)
dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida
Temephos (Abate 1 SG) dari http://www.sith.itb.ac.id/abstract/s1/2006-S1-BayuRaharjo-Uji%20Kerentanan%20Nyamuk%20AedesAegypti%20Dari%20Surabaya%20Palembang%20Dan%20Beberapa%20Wilayah%20DiBandung%20Terhadap%20Larvasida%20Temephos.pdf.
Diunduh 21 Februari 2014.
Sukowati,
S. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue
(DBD) dan Pengendaliannya di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi,
Volume 2, Agustus 2010.
Sembel, Dantje T. 2009.Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: Andi.
Utama,
C. 2010. Tingkat Predasi Ikan Mujair (Oreochromis
mossaambicus) Terhadap Larva Nyamuk Aedes
aegypti dari http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/8625/Candra%20Utama.pdf?sequence=1.
diunduh 27 Januari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar