Kamis, 14 Agustus 2014

HEWAN PREDATOR LARVA NYAMUK



PERBEDAAN EFEKTIVITAS IKAN MUJAIR (Oreochromis Mossambicus) DAN NILA (Oreochromis Niloticus) SEBAGAI PREDATOR ALAMI
LARVA NYAMUK Aedes sp INSTAR III

Jon Sandy Kasfili, Gamaiwarivoni, Deri Kermelita
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Prodi D-III Kesehatan Lingkungan, Jl. Indragiri No. 03
Padang Harapan Kota Bengkulu

ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Nyamuk Aedes sp merupakan vektor utama penularan penyakit demam berdarah pada manusia. Populasi nyamuk Aedes sp harus dikendalikan. Salah satu cara pengendalian secara biologi yang mudah dan aman bagi kesehatan lingkungan yaitu dengan menggunakan ikan Mujair dan Nila sebagai predator alami larva nyamuk Aedes sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara efektivitas ikan Mujair dan Nila sebagai predator larva nyamuk Aedes sp.
Jenis penelitian ini adalah True Eksperimen dengan Desain Penelitian Post Test Only Control Group Design. Ikan Mujair dan Nila yang digunakan memiliki ukuran panjang tubuh 5-6 cm dan berat badan 4-7 g. objek penelitian ini ialah larva Aedes sp instar III dengan jumlah larva 30 ekor. Analisis data diuji dengan menggunakan analisis univariat yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan uji One Way Anova dilanjutkan dengan uji Bonferroni.
Hasil uji statistik dengan  one way anova didapatkan nilai sig. = 0,000 sehingga ρ < α (0,05) artinya ada perbedaan efektivitas antara ikan Mujair dan Nila terhadap jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III yang dimakan. Selama 12 jam jumlah rata-rata larva Aedes sp instar III yang dimakan oleh ikan Mujair adalah 69,33 ekor dan ikan Nila adalah 76,33 ekor. Hasil uji Bonferroni selisih antara ikan mujair dan nila terhadap jumlah rata-rata larva Aedes sp instar III yaitu 7 ekor. Simpulan bahwa ikan nila memiliki kemampuan yang lebih baik memakan larva Aedes sp instar III. Disarankan agar ikan Nila dapat menjadi salah satu program pengendalian DBD bagi pemerintah  yang dapat dikembangkan di masyarakat.

Kata Kunci                : Larva Aedes sp, Ikan Mujair, Ikan Nila
Daftar Pustaka          : (2006 – 2014)

ABSTRACT
EFFECTIVENESS OF DIFFERENCE MOZAMBIQUE TILAPIA (Oreochromis mossambicus) AND NILE TILAPIA (Oreochromis niloticus) AS NATURAL PREDATOR MOSQUITO LARVAE third instar Aedes sp

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is still one of the major public health problem in Indonesia. Aedes sp mosquitoes are the main vectors of transmission of dengue fever in humans. Sp Aedes mosquito population should be controlled. One of the ways that biological control is easy and safe for the health of the environment is by using the fish Oreochromis mossambicus and Nile as natural predators of larvae of Aedes sp. This study aims to determine the differences between the effectiveness of Oreochromis mossambicus and Nile fish as predators of mosquito larvae of Aedes sp. This research is the True Experiment Research Design Post Test Only Control Group Design. Oreochromis mossambicus and Nile fish used has a body length of 5-6 cm and weight 4-7 g. object of this study was the third instar larvae of Aedes sp the number of larvae 30 tails. Analysis of the data was tested using univariate analysis are presented in the form of frequency distribution tables and bivariate analysis with One Way Anova test followed by Bonferroni test. The results of statistical tests with one-way ANOVA found sig. = 0.000 so that ρ <α (0.05) means that there is a difference between the effectiveness of Oreochromis mossambicus and Nile fish against the average number of larvae of the third instar Aedes sp eaten. During the 12-hour average number of third instar larvae of Aedes sp are eaten by fish Oreochromis mossambicus was 69.33 Nile Tilapia tail and the tail is 76.33. Bonferroni test results of the difference between oreochromis mossambicus and nile to the average number of third instar larvae of Aedes sp is 7 animals. Conclusion that nile tilapia has a better capability takes the third instar larvae of Aedes sp. It is recommended that Nile Tilapia can be one of the dengue control program for the government that can be developed in the community.

Keywords: The larvae of Aedes sp, Fish Oreochromis mossambicus, Tilapia
References: (2006 - 2014)



PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Indonesia demam berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian : 41,3 %). Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI, 2010).
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.
Profil kesehatan di Indonesia penyakit DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar 1.358 orang Incidence Rate(IR)/Angka kesakitan= 65,7 per 100.000 penduduk dan CFR= 0,87%), pada tahun 2011 sebesar 65.432 kasus dengan jumlah kematian 595 orang (Incidence Rate(IR)/Angka kesakitan= 27,56 per 100.000 penduduk dan CFR= 0,91%) dan pada tahun 2012, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 orang (Incidence Rate(IR)/Angka kesakitan= 37,11 per 100.000 penduduk dan CFR= 0,90%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 (Profil Kesehatan Indonesia 2010-2012).
Kota Bengkulu pada tahun 2012, jumlah penderita demam berdarah yang dilaporkan sebanyak 472 jumlah kasus dengan jumlah kematian 5 orang meninggal dunia (Incidence Rate/Angka kesakitan=142,4 per 100.000 penduduk dan CFR=22,5%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 402 kasus dengan IR 126,6 per 100.000 penduduk dan tahun 2010 sebesar 352 kasus (Profil Kesehatan Kota Bengkulu 2010-2012).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 374 tahun 2010 tentang Pengendalian Vektor, menyatakan bahwa ada beberapa metode yang dapat digunakan diantaranya adalah metode pengendalian fisik dan mekanis adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotik dan metode pengendalian secara kimia.
Pengendalian penularan penyakit DBD di Indonesia terutama dilakukan dengan menggunakan insektisida golongan organofosfat (malation dan temefos) untuk menurunkan kepadatan vektornya. Malation dan temefos selalu digunakan dalam program nasional pengendalian DBD di Indonesia sejak tahun 1970-an (Lidia et al 2008).
Penggunaan larvasida dalam waktu yang lama dapat menimbulkan resistensi. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah di lakukan oleh Raharjo (2006) diketahui bahwa larva Aedes aegypti di beberapa wilayah pengujian, yaitu Surabaya, Palembang dan Bandung telah resisten terhadap temophos (abate 1 SG) dan penelitian Istiana et al (2012) diketahui bahwa larva Ae. aegypti di Banjarmasin Barat sudah resisten terhadap temephos.
Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda). Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik (Sukowati, 2010).
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, ikan menunjukkan kemampuan yang berbeda dalam mengendalikan larva nyamuk dalam penelitian Biransi (2009), menunjukan bahwa kemampuan antara ikan A. Testudineus dengan panjang tubuh <5 cm dan >5 cm dalam memakan larva Anopheles pada ikan A. testudineus dengan panjang tubuh < 5 mampu menghabiskan larva Anopheles dalam 12 menit dengan rata-rata 2,5 ekor larva per menit, sedangkan ikan A. testudineus yang berukuran > 5 cm mampu menghabiskan larva dalam 72 menit dengan rata-rata 0,4 ekor larva per menit.
Dalam penelitian Utama (2010), menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat predasi dari masing-masing larva. Rerata tingkatan predasi ikan mujair terhadap larva Aedes aegypti dari yang terbesar ke yang terkecil adalah instar II (49,33 ± 0,58), instar III (34,67 ± 1,53) dan instar I (28,67 ± 1,15). Pemanfaatan ikan sebagai predator alami larva nyamuk adalah salah satu cara pengendalian secara biologi yang mudah untuk dilakukan oleh masyarakat. Metode pengendalaian secara biologis ini dapat mengurangi kepadatan larva nyamuk serta tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan lingkungan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Perbedaan Efektivitas Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) dan Nila (Oreochromis niloticus) Sebagai Predator Alami Larva Nyamuk Aedes sp Instar III”.
  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbedaan Efektivitas Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) dan Nila (Oreochromis niloticus) Sebagai Predator Alami Larva Nyamuk Aedes sp Instar III.

ALAT DAN BAHAN          
Alat yang digunakan : 9 stoples dengan diameter 20 cm, gelas ukur 1 liter, neraca analitik, 2 ember, 1 cidukan, 2 buah wadah kotak plastik, 1 pipet tetes, 1 stopwatch, 1 kaca pembesar, dan alat tulis. Dan bahan yang digunakan : ikan Mujair dan Nila 3 ekor dengan ukuran panjang tubuh antara 5-6 cm dan berat badan antara 4-7 gram, serta larva nyamuk Aedes sp instar III.
CARA KERJA
Memasukan 1 ekor ikan Mujair dan berukuran panjang tubuh 5-6 cm dengan berat badan 4-7 gram ke dalam stoples 1 yang telah berisi 5 liter air dan 30 ekor larva Aedes sp  instar III, kemudian Melakukan pengamatan setiap 3 jam sekali selam 12 jam untuk melihat jumlah larva Aedes sp instar III yang tersisa.

HASIL
Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan menggambarkan distribusi rata-rata masing-masing variabel yang dianalisi secara statistik deskriptif (Mean dan standar deviasi), yang disajikan dalam bentuk tabel. Menghasilkan data jumlah larva yang dimakan oleh ikan mujair dan nila yang dapat disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 4.1
Jumlah Rata-rata Larva Aedes sp Instar III Yang Dimakan Oleh Ikan Mujair






Menunjukan jumlah rata-rata larva Aedes sp instar III yang dimakan oleh ikan Mujair adalah 69,33 ekor.

 

Tabel 4.2
Jumlah Rata-rata Larva Aedes sp Instar III Yang Dimakan Oleh Ikan Nila





Menunjukan jumlah rata-rata larva Aedes sp instar III yang dimakan oleh ikan Nila adalah 76,33 ekor.

Tabel 4.3
Tingkat Predasi Ikan Mujair dan Nila Selama 12 jam Terhadap Larva
Aedes sp Instar III





Menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat predasi antara ikan mujair dan nila terhadap larva Aedes sp  instar III selama 12 jam dan Ikan nila memiliki tingkat predasi tertinggi yaitu sebanyak 77 ekor sedangkan mujair hanya 71 ekor.
Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan uji One Way Anova untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4.4


Tabel 4.4
Hasil Uji One Way Anova Jumlah Larva Aedes sp Instar III Yang Dimakan Oleh Ikan Mujair dan Nila




Berdasarkan tabel 4.4 menyatakan nilai  ρ = 0,000 < 0,05 dapat diartikan bahwa ada perbedaan efektivitas antara ikan Mujair dan Nila terhadap jumlah larva Aedes sp instar III yang dimakan. Selanjutnya untuk mengetahui rata-rata beda jumlah larva nyamuk Aedes sp instar III yang dimakan oleh ikan Mujair dan Nila, dilakukan uji Bonferroni.
Tabel 4.5
Hasil Uji Bonferroni Jumlah Larva Aedes sp Instar III Yang Dimakan
Oleh Ikan Mujiar dan Nila




Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa selisih jumlah beda rata-rata larva Aedes sp instar III antara kontrol dan ikan Mujair adalah 69 ekor. Secara statistik jika ρ = 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan ada selisih perbedaan jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III antara ikan Mujair dan kontrol. Selisih jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III antara kontrol dan ikan Nila adalah 76 ekor. Secara statistik jika ρ = 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan ada perbedaan jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III yang antara ikan Nila dan kontrol. Selisih jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III yang dimakan oleh ikan Mujair dan Nila adalah 7 ekor. Secara statistik didapatkan   ρ = 0,001 < 0,05 sehingga dapat dikatakan ada perbedaan jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III antara ikan Mujair dan Nila. Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna terhadap jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III terhadap 3 kelompok perlakuan yaitu kontrol, ikan Mujair dan Nila.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan terhadap sampel dapat di ambil kesimpulan yaitu:
1.      Jumlah rata-rata larva Aedes sp instar III yang dimakan oleh ikan Mujair selama 12 jam yaitu 69,33 ekor.
2.      Jumlah rata-rata larva Aedes sp instar III yang dimakan oleh ikan Nila selama 12 jam yaitu 76,33ekor.
3.      Perbedaan tingkat predasi antara ikan Mujair dan Nila terhadap jumlah rata-rata larva nyamuk Aedes sp instar III selama 12 jam yaitu 7 ekor.
4.      Perbedaan efektivitas antara ikan Mujair dan Nila terhadap larva nyamuk Aedes sp instar III selama 12 jam yaitu terdapat pada ikan Nila yang lebih efektif sebagai predator alami larva Aedes sp instar III dibandingkan ikan Mujair.
DAFTAR PUSTAKA

Dinkes Kota Bengkulu. 2011. Profil Kesehatan Kota Bengkulu 2010. Bengkulu: Dinkes Kota Bengkulu.

----------. 2012. Profil Kesehatan Kota Bengkulu 2011. Bengkulu: Dinkes Kota Bengkulu.

----------. 2013. Profil Kesehatan Kota Bengkulu 2012. Bengkulu: Dinkes Kota Bengkulu.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2012. Ikan Betok dan Potensinya dari http://www.djpb.kkp.go.id. diakses 27 Februari 2014.

Ditjen PP dan PL. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. dari http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/manajemen%20DBD_all.pdf diunduh 27 Februari 2014.

Istiana, Heriyani, F, Isnaini, Desember 2012, Status kerentanan larva Aedes aegypti terhadap temofos di Banjarmasin Barat. dari  http://download.portalgaruda.org/article.php?article=80773&val=4903 diunduh 20 Februari 2014.

Khairuman dan Amri,K. 2008. Buku Pimtar Budi Daya 15 Ikan Kosumsi. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Kemenkes RI. 2010. Jendela Epidemiologi dari http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf. diunduh 26 januari 2014.

----------. 2013. Buku Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tahun 2013. Bengkulu: Kemenkes RI Poltekkes Bengkulu.

----------. 2011 Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 dari http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONESIA_2010.pdf. diunduh 9 januari 2014.

----------. 2013. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 dari http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&pg=PublikasiDataDanInformasi. diunduh 7 Januari 2014.


Lidia, K et al. 2008. Deteksi Dini Resistensi Nyamuk Aedes Albopictus Terhadap Insektisida Organofosfat Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Di Palu (Sulawesi Tengah) dari http://mediakesehatanmasyarakat.files.wordpress.com/2012/06/artikel-6.pdf diunduh  17 Januari 2014.
Raharjo, Bayu. 2006. Uji Kerentanan (Susceptibility Test) Nyamuk Aedes Aegypti (Linnaeus) dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida Temephos (Abate 1 SG) dari http://www.sith.itb.ac.id/abstract/s1/2006-S1-BayuRaharjo-Uji%20Kerentanan%20Nyamuk%20AedesAegypti%20Dari%20Surabaya%20Palembang%20Dan%20Beberapa%20Wilayah%20DiBandung%20Terhadap%20Larvasida%20Temephos.pdf. Diunduh 21 Februari 2014.

Sukowati, S. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Pengendaliannya di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2, Agustus 2010.

Sembel, Dantje T. 2009.Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: Andi.

Utama, C. 2010. Tingkat Predasi Ikan Mujair (Oreochromis mossaambicus) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti dari http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/8625/Candra%20Utama.pdf?sequence=1. diunduh 27 Januari 2014.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar